28 November 2013

11:55 PM
       Tik… Tik… Tik” terdengar hantaman titik-titik air dari langit di atas genteng ruang sempit ini. Pagi tiba-tiba gelap, berkejaran dengan jutaan bahkan triliunan titik air menghujam bumi. Hal ini disambut dengan dingin oleh hatiku. Perlahan, ku langkahkan kakiku menuju kamar kecil untuk segera membasuh dan membersihkan tubuh ini. Gayung demi gayung ku tumpahkan di atas kepalaku dan kemudian mengalir ke wajah, leher, pertu, tangan sampai seluruh tubuhku tampak seperti aliran sungai ataupun tampak sebagai tebing yang menghasilkan air terjun di beberapa tempat. 
  Selepas berbenah, segera ku tuntun kuda besiku keluar dari parkiran. Genangan air yang sebelumnya kulewati memunculkan gelombang dari sebuah titik-titik kecil. Angin berubah, semakin kencang, berkejaran dengan hujan yang datang begitu lebatnya. 
   Sedikit demi sedikit, kaos putih yang ku kenakan mulai terkena hujan, begitupula dengan jeans panjang yang telah kusemprotkan wewangian. “ahh… disini, mungkin bisa berteduh” kataku berusaha menghindari dari serangan tiba-tiba itu. Ingin kembali masuk kerumah, namun seluruh pakaian sudah basah, rambutku juga. Takut kalau-kalau nanti lantai rumah ini menjadi basah dan membuat beberapa anak kecil, seukuran pinggang ku, yang sedari tadi berlari tanpa hentinya, akan terpeleset dan jatuh. Kepalanya terbentur, dan mengharuskanku membawa kerumah sakit serta menyanggupi semua biaya perobatan. 
   Ku tegakkan tubuhku sambil menghadap ke depan, ke arah gerbang kontrakan. Dari balik gerbang ini, dari setiap rongga yang ada, tampak seorang gadis sedang sendiri, kedinginan, dan terburu-buru. Tanpa menunggu perintah akan apa yang harus dibuat, kepalaku langsung saja memandang kearah tumpukan sepatu, parkir sepeda, dan jemuran yang letaknya di sebelah kanan. Di sisi sebaliknya, barulah aku menemukan sebuah payung berukuran sedang berwarna merah muda, serupa dengan warna baju gadis itu, yang menungguku untuk mengambilnya dan memamerkan aksi kepahlawanan. Ketika berlari, aku sempat hampir terjatuh karena lantai keramik ini semakin licin. Setelah paying itu ditanganku, kugerayangi untuk mencari pusarnya. Sebuah pemantik yang digunakan mengembangkan payung. Mungkin dikarenakan usia, hampir setiap besi penyangganya telah berlepasa. Hanya menyisahkan 3 tangkai lagi. Tiba-tiba, hujan mulai mereda. Kali ini, kucoba kembali melihat gadis itu dari balik gerbang. 
  Kilat yang disusul petir tiba-tiba hadir mengisi ruang hatiku. Semakin ganas saja titik air itu menghantam bumi. Waduh. Aku tak tahu kemana lagi gerangan untuk mencari payung. Kucoba lihat kembali gadis itu sambil naik keatas kursi agar wajahnya akan tampak lebih jelas. Ku coba lagi menekuk kakiku dan segera meluruskannya diikuti pererakkan melawan gravitasi layaknya apa yang biasa dilakukan seorang pebasket saat akan memasukkan bola. Cukup kabur pandanganku, sama seperti aku ketika sedang sakit panas sampai akhirnya pingsan. Ternyata, kacamataku sudah dipenuhi titik-titik air dan lagi berembun...
Kelanjutan



BaTBoY

0 comments:

Post a Comment