Siang ini, ketika aku melangkahkan kakiku menuju warung
makan di sekitar kontrakaknku, dia kembali hadir. Rambut
yang tadinya masih di beri penjepit rambut ntah kenapa
dilepaskan sehingga bahunya tertuptupi rambut lebatnya.
Hanya saja, aku tak mampu bergerak, beku, kala dia
tersenyum manis, lebih manis dari madu, ke arahku.
Kuperhatikan kakinya, kiri-kanan, bergerak lambat,
perlahan, menuju kearahku. Ingin rasanya berlari
menerjangnya, seperti adegan yang bertebaran di Televisi.
Akupun ikut melambatkan gerakan. Leher ini rasanya
lepas kendali, langsung saja mengarahkan kepalaku
kearah datangnya wanita itu dari ujung gang. Kali ini,
wajahnya belum juga tampak jelas di mataku, matahari
tepat berada di belakngnya, mengaburkan pandanganku
sembari mengolok diriku yang tak tahan untuk tetap
bersikap normal didepan gadis itu.
Aroma masakan dari warung tadi tak juga mampu
mengalihkan perhatianku. Kupandangi sekitar, tak ada
siapapun. Sudah jelas senyum yang ditujukannya itu
hanya untukku seorang. Sebuah batu kecil yang ntah
sejak kapan ada di dekat kakiku, membuat jalanku
terganggu dan hampir saja memaksaku rebah ke tanah.
Secepat yang kubisa, spontan, ku raih tiang tenda warung
makan tadi.
Kembali kuarahkan pandangan ke ujung gang, namun dia
sudah tak ada. Mungkin masuk ke salah satu kontrakan di
gang ini, atau…
KelanjutannyaBaTBoY
0 comments:
Post a Comment